PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Perawat adalah profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka
dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan
kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani
pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat
konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing
rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan
dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA,
1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan
spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa
aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan
seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang
konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia
mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai
fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal
mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama
untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari
(1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut
lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis
kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya mengalami rasa
depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.
Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping
perawat.
1.2 Tujuan
Agar mahasiswa lebih menambah wawasan tentang tata
cara klaien/pasien yang sedang dying
1.3 Rumusan masalah
1.
Bagaimana tata cara
menghadapi pasien yang dying ?
2.
Apa saja peran perawat saat pasiean sedang
dying?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sakaratul maut/dying
Sakaratul maut adalah
saat-saat kritis seseorang itu sedang menghadapi kematian yang sudah
tidak diharapkan lagi akan kesembuhannya atau akan hidup kembali seperti biasa.
Mengenai tanda-tanda khusul khotimah atau
su'ul khotimah seseorang yang sedang sakaratul maut, Usman bin Affan perna
berkata bahwa Nabi (SWT) bersabda:
"perhatikanlah
orang yang hampir mati,seandainya kedua matanya terbelalak,dahinya
berkeringat,dan dua lubang hidungnya bertambah besar,membuktikan bahwa ia
sedang memperoleh kabar gembira,tetapi jika dia mendengar seperti orang
yang sedang mendengkur (ngorok) atau tercekik,wajahnya pucat,mulutnya bertambah
besar,berarti ia telah mendapat kabar buruk"
Adapun orang-orang mukmin yang sedang
sakaratul maut, Nabi (SWT) telah menggambarkan dengan sabdanya:
"ketika menjelang roh
orang mukmin dicabut,maka datanglah malaikat pencabut nyawa membawa kain sutra
yang didalamnya ada minyak kasturi dan sejambak bunga yang wangi,kemudian roh
orang Mukmin itu pun dicabut dengan lemah lembut seperti mencabut rambut dari
adonan tepung,lalu diserukan kepadanya:
"Wahai
jiwa yang tenteram kembalillah kepada Tuhan-Mu dalam keadaan ridho dan diridhoi
dan kembalilah kepada rahmat dan kasih sayang Allah.
Jika seorang Muslim
mengetahui atau meyaksikan seseorang yang sedang menghadapi sakaratul maut,maka
hendaklah dia melakukan hal-hal seperti berikut
1.Menghadapkannya ke arah kiblat.caranya jika
ia berbaring,maka lambung kanannya diarahkan ke lantai.
2.Mengajarkannya atau mengingatkannya untuk
mengucapkan kalimat syahadat yaitu La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
3.Mendo'akannya
agar dosanya diampunin dan dimudahkan keluarnya ruh .Wallahu A'lam.
Kematian
Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis.
Semua makhluk
hidup
pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak
alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.
Penyebab-penyebab kematian
- Seiring
penuaan usia makhluk hidup, tubuh mereka akan perlahan-lahan mulai
berhenti bekerja.
- Jika
tubuh tidak mampu melawan penyakit, atau tidak diobati.
- Kecelakaan seperti tenggelam, tertabrak, terjatuh dari ketinggian, dll.
- Lingkungan
dengan suhu yang sangat dingin atau yang terlalu panas.
- Pendarahan
yang diakibatkan luka yang parah.
- Kekurangan
makanan, air, udara, dan perlindungan.
- Diserang
dan dimakan (pembunuhan).
- Infeksi
dari gigitan hewan berbisa maupun hewan yang terinfeksi virus berbahaya.
- Kematian
disaat tidak terbangun dari tidur.
- Kematian
sebelum lahir, karena perawatan janin yang tidak benar.
2.2. Deskritip
rentang pola hidup sampai menjelang kematian
Pandangan pengetahuan
tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli
yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai
menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup
sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1)
Pola
puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik
sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak,
pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode
lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan
depresi.
2)
Pola
dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya
sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang
terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada
waktu yang tidak bisa dipastikan.
3)
Pola
tebing yang menurun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya
kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya
kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa
diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit
khusus (ICU)
4)
Pola
landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang
mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat
menuju kemaut.
Perkembangan
kematian
Di dalam kehidupan
masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Sebaliknya,
pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja,
yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada
orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan
usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu
berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di definisikan
oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
(1) Bayi
- 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
(2) 5-9
tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
(3) 9-12
tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
(4) 12-18
tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
(5) 18-45
tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
(6) 45-65
tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
(7) 65
tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal
Ciri-ciri orang yang akan
meningal
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan
memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain :
1.
Penginderaan
dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling
ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab
2.
Kulit
nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
3.
Nadi
mulai tak teratur, lemah dan pucat
4.
Terdengar
suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
5.
Menurunnya
tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap
individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan
cemas nampak lebih pasrah menerima
Pendampingan dengan bimbingan rohani
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992
) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat
kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari
pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter,
terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis,
dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap
tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama
untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati
sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan
oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the
individual, sick or well in the performance of those activities contributing to
health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided
if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan
membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal
karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak
dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan
Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien
terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat
dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup
pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien
untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase
sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap
kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai
pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit.
Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti
yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang
mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati.
Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul
maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika
orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS.
6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa
Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat
kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan
pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu
sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien
dengan cara-cara,seperti ini:
1.
Menalqin
(menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
2.
Hendaklah
mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang
baik.
Berdasarkan hadits yang
diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik
karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus
berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha
Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan
menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3.
Berbaik
Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien
agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak
akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.”
Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi
pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4.
Membasahi
kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5.
Menghadapkan
orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk
menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya
ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya
saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih
melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana
menghadap kiblat :
a)
Berbaring
terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan
kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia
menghadap kearah kiblat.
b)
Mengarahkan
bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan
Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar.
Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
Moral
dan etika pada pasien dying
Perlu diketahui oleh
petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan pasien sakaratul
maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan
lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi,
dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia lanjut. Dan telah
dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian
dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan
dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1.
Menghimbau
pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka terhadap
Allah Swt.
2.
Menghimbau
pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3.
Kembangkan
empati kepada pasien.
4.
Bila
diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5.
Komunikasikan
dengan keluarga pasien.
6.
Tumbuhkan
harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7.
Bantu
bila ia butuh pertolongan.
8.
Mengusahakan
lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta
tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
9.
Jika
memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat,
puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi
atau wasiat kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib
atas orang yang mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.
Hubungan
pasien – perawat
Hubungan interpersonal
merupakan alat yang ampuh untuk membangun hubungan perawat-pasien. Mutu hubgan
ini dimulai sejak pasien pertama kali bertemu dengan perawat, kemudian
direfleksikan pada tingkat pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Oleh karena
itu perawat harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori-teori komunikasi
dan pengembangan diri sehingga dapat membangun hubungan saling membantu (helping
relationship).
Rogers dalam Stuar &
Sundeen (1990), mendefinisikan hubungan saling membantu, yaitu suatu situasi
yang salah satu pihak mempunyai niat untuk meningkatkan pertumbuhan,
pengembangan maturitas, peningkatan fungsi, dan peningkatan kemampuan koping
kehidupan pihak lain.
Hubungan perawat-klien
menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan
penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan
perawat-pasien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat-pasien
yang sangat relevan dalam praktik keperawatan professional, yaitu konsep
tentang hubungan empati, dan caring. (Kozier et al, 1997)
a)
Konsep
empati
Kemampuan seorang
perawat untuk berempati kepada pasien mempunyai pengaruh besar terhadap
hubungan perawat-pasien. Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam
kehidupan orang lain, sehingga dapat memersepsikan secara akurat perasaan orang
tersebut dan memahami arti perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Empati
menambah suatu dimensi lain bagi adanya saling pengertian di antara
perawat-pasien. Sikap empati dapat membantu pasien mengerti dan mengeksplorasi
perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya (Potter & Perry, 1997)
b)
Konsep
caring
Caring
berarti mengandung 3 hal yang tak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung
jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier & Erb, 1998). Ide tentang caring
menyatu dalam hubungan membantu. Perasaan bahwa pasien diperhatikan sebagai
individu membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit. Sikap perawat
yang memrhatikan, mau membantu, dan menghargai pasien akan membantu mengurangi
kecemasan pasien. Sikap caring juga akan meningkatkan kepercayaan pasien
pada perawat.
2.3 Peran perawat
Pasien yang dalam keadaan kritis dan sedang berjuang
dengan penyakit-penyakit terminasi seperti kanker, jantung, dan sebagainya
biasanya semua tenaga kesehatan sibuk dengan selang infus, ECG, selang cateter,
selang oksigen, selang transfusi, dan selang lain yang memberangus tubuh
pasien. Ketika ajal telah dekat dan sakaratul maut hampir tiba perhatian dan
ingatan para perawat adalah pada Resusitator, atau Doparnin atau obat lainnya
yang dianggap Dewa. Karena disamping sudah terbiasa konon perawat itu sudah terlatih
bertindak meskipun ia tahu bahwa akhirnya pasien itu akan meninggal juga. Yang
terpenting bagi mereka adalah telah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur.
Saat pasien menghadapi
keadaan kritis atau menjelang sakaratul maut hampir tidak ada satupun perawat
yang ingat pada kebutuhan spiritual klien. Padahal mereka sendiri yakin bahwa
keperawatan meliputi aspek Bio-Psiko-Sosio-spiritual, tetapi pada kenyataannya
aspek spiritual ini jarang mendapat perhatian. Padahal klien yang dirawatnya
harus meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah (suatu akhir penghidupan yang
selamat). Di samping hal tersebut kita tahu bahwa konsep keperawatan Virginia
Handerson menyatakan bahwa salah satu peran perawat adalah membantu agar klien
siap meninggal dengan tenang.
Agama dalam ilmu
pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang
dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga
gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For
AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan
bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih
banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat
perhatian khusus (Dadang Hawari, 1977, 53).
Penelitian di Amerika
Serikat ada sekelompok pasien yang selalu menunda operasinya sehingga jadwal
operasi yang telah dibuat ditunda lagi. Setelah diselidiki ternyata mereka mengalami
ketakutan operasi dan takut mengahadapi kematian atau tidak bisa bangun lagi,
tetapi pada kelompok pasien yang komitmen agamanya baik, hal tersebut tidak
menjadi masalah dan lebih siap menghadapi kematian.
Pentingnya upaya pemenuhan
kebutuhan spiritual bagi pasien terminal adalah di samping untuk meningkatkan
semangat hidup klien yang sudah di diagnosa harapan sembuh tipis, juga
mempersiapkan diri Pasien untuk menghadapi alam kekal, karena berdasarkan
penelitian Kubbler and Ross bahwa pasien terminal seringkali dihinggapi rasa
depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidak berdayaan, dan putus asa.
Sedangkan pasien senantiasa berada di samping perawat dalam menjalani siklus
atau fase akhir dari kehidupannya.
Menurut konsep agama Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik tidaknya kematian seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT. Karenanya upaya pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di rumah sakit mutlak diperlukan. Tenaga Kesehatan hendaknya menyakini bahwa sesuai ajaran agama yang dianutnya menjelang fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut yang banyak digambarkan oleh Rasulullah tentang beratnya fase tersebut, sehingga Rasulullah senantiasa mengajarkan do´a untuk diringankan dalam sakaratul maut.
Beberapa contoh gambaran
sakaratul maut, menurut Syaranie dalam bukunya Maut dan Dialog Suci
menggambarkan tentang sakitnya sakaratul maut yang dapat terjadi pada pasien
terminal, Sesuai firman Allah SWT kepada Ibrahim AS adalah Seperti panasnya
besi dibakar pada kain sutera yang basah, lalu nyawapun ditarik. Selanjutnya
Allah berfirman kepada Nabi Musa, rasanya seperti burung hidup yang digoreng
dalam wajan. Rasanya seperti domba yang hidup kemudian diikuti oleh penjagal.
Rasanya lebih perih pedih dibanding sayatan pedang, geretan gergaji, dan
tusukan benda tajam. Seringan-ringannya kematian seperti duri dalam kain.
Bisakah duri keluar dari sutera tersebut tanpa robekan. Seperti berada dalam
selimut api panas dan seolah-olah bernafas dalam lubang jarum seakan-akan
berada dalam satu pohon yang berduri lalu ditarik dari ujung kaki sampai
keubun-ubun.
Allah SWT memberikan
gambaran khusus dalam Quran surat Al- Qiyamah: berbelit kepayahan demi
kepayahan, tindih bertindih kesengsaraan demi kesengsaraan. Penyesalan dengan
penyesalan dan kesakitan demi kesakitan. (Bey, 1987: 339) Adapun upaya yang
dapat dilakukan perawat.
Pertama membimbing pasien agar berbaik sangka
kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik
sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem.
Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada pada
sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan
yang baik .
Selanjutnya Ibnu Abas berkata. Apabila kamu
melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada
Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata
: Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka
kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini
menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
Kedua, mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah.
Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada
pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya
yang terakhir.
Wotf, Weitzel, Fruerst
memberikan gambaran ciri-ciri pokok klien terminal yang akan melepaskan
nafasnya yang terakhi, yaitu penginderaan dan gerakan menghilang secara
berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada
ujung kaki. Meskipun suhu tubuh pasien biasanya tinggi ia terasa dingin dan
lembab mulai pada kaki tangan dan ujung hidung, kulit nampak kebiru-biruan
kelabu atau pucat. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat. Terdengar suara
ngorok disertai gejala nafas cyene stokes. Dengan menurunnya tekanan darah,
peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya
menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap
individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan
cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti
itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi
kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan
Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing
dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan
dalam Hadist Riwayat Muslim,Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena
sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya
maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan
itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin
Ktahab berkata Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka
dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang
meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat .
Ketiga, berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Selanjutnya diriwayatkan
oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang
meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata
itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena
malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Berdasarkan hal diatas
perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa
Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan
menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
Peranan perawat yang
komprehensif meliputi pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio dan spiritual pasien
senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya
sesuai dengan Sabda Rasulullah di atas bahwa amalan yang terakhir sangat
menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator
(memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah
suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal
ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang yang telah lama hidup
sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang
lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
3.2 Saran
Semoga dengan aanya makalah ini dapat menambah
wawasan kepada mahasiswa dalam menghadapi pasien yang sedang dying.
Daftarpustaka
http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal_08.html
http://kikiyogi.blogspot.com/2009/12/terminal-dan-menjelang-ajal.html
http://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com
0 komentar