Followers

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar

]

Tata cara menghadapi pasien dying

Diposting oleh Unknown Senin, 30 September 2013




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat.



1.2  Tujuan
Agar mahasiswa lebih menambah wawasan tentang tata cara klaien/pasien yang sedang dying

1.3   Rumusan masalah
1.      Bagaimana tata cara menghadapi pasien yang dying ?
2.       Apa saja peran perawat saat pasiean sedang dying?















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian sakaratul maut/dying

Sakaratul maut adalah saat-saat kritis seseorang  itu sedang menghadapi kematian yang sudah tidak diharapkan lagi akan kesembuhannya atau akan hidup kembali seperti biasa.
Mengenai tanda-tanda khusul khotimah atau su'ul khotimah seseorang yang sedang sakaratul maut, Usman bin Affan perna berkata bahwa Nabi (SWT) bersabda:
"perhatikanlah orang yang hampir mati,seandainya kedua matanya terbelalak,dahinya berkeringat,dan dua lubang hidungnya bertambah besar,membuktikan bahwa ia sedang memperoleh kabar gembira,tetapi jika dia mendengar seperti orang yang sedang mendengkur (ngorok) atau tercekik,wajahnya pucat,mulutnya bertambah besar,berarti ia telah mendapat kabar buruk"
Adapun orang-orang mukmin yang sedang sakaratul maut, Nabi (SWT) telah menggambarkan dengan sabdanya:
"ketika menjelang roh orang mukmin dicabut,maka datanglah malaikat pencabut nyawa membawa kain sutra yang didalamnya ada minyak kasturi dan sejambak bunga yang wangi,kemudian roh orang Mukmin itu pun dicabut dengan lemah lembut seperti mencabut rambut dari adonan tepung,lalu diserukan kepadanya:
"Wahai jiwa yang tenteram kembalillah kepada Tuhan-Mu dalam keadaan ridho dan diridhoi dan kembalilah kepada rahmat dan kasih sayang Allah.
Jika seorang Muslim mengetahui atau meyaksikan seseorang yang sedang menghadapi sakaratul maut,maka hendaklah dia melakukan hal-hal seperti berikut
1.Menghadapkannya ke arah kiblat.caranya jika ia berbaring,maka lambung kanannya diarahkan ke lantai.
2.Mengajarkannya atau mengingatkannya untuk mengucapkan kalimat syahadat yaitu La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
3.Mendo'akannya agar dosanya diampunin dan dimudahkan keluarnya ruh .Wallahu A'lam.
Kematian
Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.
Istilah lain yang sering digunakan adalah meninggal, wafat, tewas, atau mati.
Penyebab-penyebab kematian
  • Seiring penuaan usia makhluk hidup, tubuh mereka akan perlahan-lahan mulai berhenti bekerja.
  • Jika tubuh tidak mampu melawan penyakit, atau tidak diobati.
  • Kecelakaan seperti tenggelam, tertabrak, terjatuh dari ketinggian, dll.
  • Lingkungan dengan suhu yang sangat dingin atau yang terlalu panas.
  • Pendarahan yang diakibatkan luka yang parah.
  • Kekurangan makanan, air, udara, dan perlindungan.
  • Diserang dan dimakan (pembunuhan).
  • Infeksi dari gigitan hewan berbisa maupun hewan yang terinfeksi virus berbahaya.
  • Kematian disaat tidak terbangun dari tidur.
  • Kematian sebelum lahir, karena perawatan janin yang tidak benar.

2.2.     Deskritip rentang pola hidup sampai menjelang kematian

Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1)      Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.
2)      Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3)       Pola tebing yang menurun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU)

4)      Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

Perkembangan kematian

Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
(1)   Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
(2)    5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
(3)    9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
(4)   12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
(5)   18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
(6)   45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
(7)   65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal

Ciri-ciri orang yang akan meningal

Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain :
1.      Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
2.      Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
3.      Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat
4.      Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
5.       Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima

  Pendampingan dengan bimbingan rohani

          Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
          Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
          Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
          Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1.      Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
2.      Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3.      Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4.      Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
   Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.
(Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5.      Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
   Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a)      Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
b)      Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

Moral dan etika pada pasien dying
Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1.      Menghimbau pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka terhadap Allah Swt.
2.      Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3.      Kembangkan empati kepada pasien.
4.      Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5.      Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6.      Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7.      Bantu bila ia butuh pertolongan.
8.      Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
9.      Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.


Hubungan pasien – perawat

Hubungan interpersonal merupakan alat yang ampuh untuk membangun hubungan perawat-pasien. Mutu hubgan ini dimulai sejak pasien pertama kali bertemu dengan perawat, kemudian direfleksikan pada tingkat pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori-teori komunikasi dan pengembangan diri sehingga dapat membangun hubungan saling membantu (helping relationship).
Rogers dalam Stuar & Sundeen (1990), mendefinisikan hubungan saling membantu, yaitu suatu situasi yang salah satu pihak mempunyai niat untuk meningkatkan pertumbuhan, pengembangan maturitas, peningkatan fungsi, dan peningkatan kemampuan koping kehidupan pihak lain.
Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat-pasien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan professional, yaitu konsep tentang hubungan empati, dan caring. (Kozier et al, 1997)
a)      Konsep empati
 Kemampuan seorang perawat untuk berempati kepada pasien mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan perawat-pasien. Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain, sehingga dapat memersepsikan secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Empati menambah suatu dimensi lain bagi adanya saling pengertian di antara perawat-pasien. Sikap empati dapat membantu pasien mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya (Potter & Perry, 1997)
b)      Konsep caring
Caring berarti mengandung 3 hal yang tak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier & Erb, 1998). Ide tentang caring menyatu dalam hubungan membantu. Perasaan bahwa pasien diperhatikan sebagai individu membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit. Sikap perawat yang memrhatikan, mau membantu, dan menghargai pasien akan membantu mengurangi kecemasan pasien. Sikap caring juga akan meningkatkan kepercayaan pasien pada perawat.
2.3 Peran perawat
Pasien yang dalam keadaan kritis dan sedang berjuang dengan penyakit-penyakit terminasi seperti kanker, jantung, dan sebagainya biasanya semua tenaga kesehatan sibuk dengan selang infus, ECG, selang cateter, selang oksigen, selang transfusi, dan selang lain yang memberangus tubuh pasien. Ketika ajal telah dekat dan sakaratul maut hampir tiba perhatian dan ingatan para perawat adalah pada Resusitator, atau Doparnin atau obat lainnya yang dianggap Dewa. Karena disamping sudah terbiasa konon perawat itu sudah terlatih bertindak meskipun ia tahu bahwa akhirnya pasien itu akan meninggal juga. Yang terpenting bagi mereka adalah telah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur.
Saat pasien menghadapi keadaan kritis atau menjelang sakaratul maut hampir tidak ada satupun perawat yang ingat pada kebutuhan spiritual klien. Padahal mereka sendiri yakin bahwa keperawatan meliputi aspek Bio-Psiko-Sosio-spiritual, tetapi pada kenyataannya aspek spiritual ini jarang mendapat perhatian. Padahal klien yang dirawatnya harus meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah (suatu akhir penghidupan yang selamat). Di samping hal tersebut kita tahu bahwa konsep keperawatan Virginia Handerson menyatakan bahwa salah satu peran perawat adalah membantu agar klien siap meninggal dengan tenang.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Dadang Hawari, 1977, 53).
Penelitian di Amerika Serikat ada sekelompok pasien yang selalu menunda operasinya sehingga jadwal operasi yang telah dibuat ditunda lagi. Setelah diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan operasi dan takut mengahadapi kematian atau tidak bisa bangun lagi, tetapi pada kelompok pasien yang komitmen agamanya baik, hal tersebut tidak menjadi masalah dan lebih siap menghadapi kematian.
Pentingnya upaya pemenuhan kebutuhan spiritual bagi pasien terminal adalah di samping untuk meningkatkan semangat hidup klien yang sudah di diagnosa harapan sembuh tipis, juga mempersiapkan diri Pasien untuk menghadapi alam kekal, karena berdasarkan penelitian Kubbler and Ross bahwa pasien terminal seringkali dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidak berdayaan, dan putus asa. Sedangkan pasien senantiasa berada di samping perawat dalam menjalani siklus atau fase akhir dari kehidupannya.

Menurut konsep agama Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik tidaknya kematian seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT. Karenanya upaya pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di rumah sakit mutlak diperlukan. Tenaga Kesehatan hendaknya menyakini bahwa sesuai ajaran agama yang dianutnya menjelang fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut yang banyak digambarkan oleh Rasulullah tentang beratnya fase tersebut, sehingga Rasulullah senantiasa mengajarkan do´a untuk diringankan dalam sakaratul maut.

Beberapa contoh gambaran sakaratul maut, menurut Syaranie dalam bukunya Maut dan Dialog Suci menggambarkan tentang sakitnya sakaratul maut yang dapat terjadi pada pasien terminal, Sesuai firman Allah SWT kepada Ibrahim AS adalah Seperti panasnya besi dibakar pada kain sutera yang basah, lalu nyawapun ditarik. Selanjutnya Allah berfirman kepada Nabi Musa, rasanya seperti burung hidup yang digoreng dalam wajan. Rasanya seperti domba yang hidup kemudian diikuti oleh penjagal. Rasanya lebih perih pedih dibanding sayatan pedang, geretan gergaji, dan tusukan benda tajam. Seringan-ringannya kematian seperti duri dalam kain. Bisakah duri keluar dari sutera tersebut tanpa robekan. Seperti berada dalam selimut api panas dan seolah-olah bernafas dalam lubang jarum seakan-akan berada dalam satu pohon yang berduri lalu ditarik dari ujung kaki sampai keubun-ubun.
Allah SWT memberikan gambaran khusus dalam Quran surat Al- Qiyamah: berbelit kepayahan demi kepayahan, tindih bertindih kesengsaraan demi kesengsaraan. Penyesalan dengan penyesalan dan kesakitan demi kesakitan. (Bey, 1987: 339) Adapun upaya yang dapat dilakukan perawat.

Pertama membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem. Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik .
 Selanjutnya Ibnu Abas berkata. Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.

Kedua, mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah. Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir.
Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan gambaran ciri-ciri pokok klien terminal yang akan melepaskan nafasnya yang terakhi, yaitu penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki. Meskipun suhu tubuh pasien biasanya tinggi ia terasa dingin dan lembab mulai pada kaki tangan dan ujung hidung, kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat. Terdengar suara ngorok disertai gejala nafas cyene stokes. Dengan menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim,Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami  dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat .

Ketiga, berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
Peranan perawat yang komprehensif meliputi pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio dan spiritual pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah di atas bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya










BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.

3.2 Saran
 Semoga dengan aanya makalah ini dapat menambah wawasan kepada mahasiswa dalam menghadapi pasien yang sedang dying.












Daftarpustaka

http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal_08.html
http://kikiyogi.blogspot.com/2009/12/terminal-dan-menjelang-ajal.html
http://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com

0 komentar

Posting Komentar