Topik
1
Kebutuhan
Psikososial [Konsep diri dan Kehilangan]
1.
Konsep diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi
individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan
serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986)
menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara
utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan spiritual.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari
teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang
terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya
mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri”
berikut ini:
1. Teori perkembangan
Konsep diri
belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan
kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang
melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau
pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal,
kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat
serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other (orang yang terpenting atau
yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan
cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap
diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang
lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan
penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi
tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang
positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku
individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan
konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
terganggu.Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentangkonsep diri dapat di
lihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu:
2.
Komponen tubuh
Konsep diri terdiri dari beberapa
kompenen. Kompenen konsep diri adalah, bagian-bagian yang menyusun persepsi
terhadap diri (konsep diri). komponen-komponen konsep diri adalah sebagai
berikut:
1. Citra
tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap
tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau
sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan
persepsi da pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus realistis karena
semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan
merasa aman dari kecemasan. (Suliswati, dkk, 2005).
Citra tubuh adalah persepsi
seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini
mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi
oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik serta persepsi
dari pandangan orang lain (Perry & Potter, 2005). Konsep diri yang baik
tentang citra tubuh adalah kemampuan seseorang menerima bentuk tubuh yang
dimiliki dengan senang hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha untuk
merawat tubuh dengan baik.
Faktor predisposisi gangguan citra
tubuh meliputi kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi),
perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan serta penyakit), proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap
struktur maupun fungsinya, prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan
transplantasi (Suliswati, dkk, 2005).
2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu
tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi.
Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah
inspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita- cita
atau pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat
individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Seseorang yang memiliki konsep
diri yang baik tentang ideal diri apabila dirinya mampu bertindak dan
berperilaku sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya dan sesuai dengan apa
yang diinginkannya.
Pembentukan ideal diri dimulai pada
masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang
memberikan harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu
individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dasar dari
ideal diri (Suliswati, dkk, 2005).
3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian
tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga
dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan
merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai
atau diterima lingkungan. Pada masa dewasa akhir timbul masalah harga diri
karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun, ketidakmampuan fisik,
brepisah dari anak, kehilangan pasangan dan sebagainya (Suliswati, dkk, 2005).
Seseorang memiliki konsep diri yang baik berkaitan dengan harga diri apabila
mampu menunjukkan keberadaannya dibutuhkan oleh banyak orang, dan menjadi
bagian yang dihormati oleh lingkungan sekitar.
Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Manusia cenderung bersikap negatif, walaupun ia cinta
dan mengenali kemampuan orang lain namun ia jarang mengekspresikannya. Harga
diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari orang lain
serta mengalami ketidakmampuan pada dirinya dan juga sebaliknya (Perry &
Potter, 2005).
Faktor predisposisi gangguan harga
diri meliputi penolakan dari orang lain, kurang penghargaan, pola asuh yang
salah, terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut
dan tidak konsisten, persaingan antar saudara, kesalahan dan kegagalan yang
berulang, dan tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Suliswati, dkk,
2005).
4. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap
perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan
fungsi individu didalam kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk
berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji
identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti (Suliswati, dkk, 2005).
Individu dikatakan mempunyai konsep diri yang baik berkaitan dengan peran
adalah adanya kemampuan untuk berperan aktif dalam lingkungan, sekaligus
menunjukkan bahwa keberadaannya sangat diperlukan oleh lingkungan.
Faktor predisposisi gangguan peran
meliputi tiga kategori transisi peran yaitu perkembangan. Setiap perkembangan
dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus
dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal
ini dapat merupakan stressor bagi peran diri. Kedua adalah transisi situasi,
yaitu transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan bertambah / berkurang
orang yang berarti melalui kematian / kelahiran. Misalnya status sendiri
menjadi berdua / menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan
peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran. Ketiga adalah transisi sehat
sakit, yaitu stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan konsep diri,
termasuk didalamnya gambaran diri, identitas diri, harga diri dan peran diri
(Perry & Potter, 2005).
5. Identitas
diri
Identitas diri adalah kesadaran
tentang diri sendiri yang dapat diperoleh dari observasi dan penilaian terhadap
dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas
diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan
yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut atau jabatan serta
peran. Seseorang yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan memandang
dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul
dari perasaan berharga, kemampuan dan penguasaan diri. Dalam identitas diri ada
otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai
diri, mengatur diri dan menerima diri (Suliswati, dkk, 2005).
Pencapaian identitas diperlukan
untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang diekspresikan dalam
berhubungan dengan orang lain. Seksualits adalah bagian dari identitas
seseorang. Identitas seksual adalah gambaran seseorang tentang diri sebagai
pria atau wanita dan makna dari citra tubuh (Perry & Potter, 2005).
Faktor predisposisi gangguan
identitas diri meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman dan perubahan
struktur sosial. Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada
masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian
berupa tindakan kejahatan (Suliswati, dkk, 2005).
3.
Stressor mempengaruhi konsep diri
Stres
Mempengaruhi Konsep Diri Stressor Konsep diri adalah segala perubahan nyata
atau yg mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku
peran.Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yg mempengaruhi
konsep diri misalnya saja:
• Perubahan fisik dlm
tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga
dapat dipengaruhi.
• Penyakit kronis
sering mengganggu peran,yg dpt mengganggu identitas dan harga diri seseorang.
1. Stressor Identitas
Seorang dewasa biasanya
mempunyai identitas yg lebih stabil karena konsep diri berkembang lebih
kuat.Stresor kultural dan sosial dibanding stresor personal dpt mempunyai
dampak lebih besar pd identitas org dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus
memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau
ketergantungan dan kemandirian dlm suatu hubungan (stuart & sundeen, 1991)
2.Stressor Citra tubuh
Perubahan
dalam penampilan, struktur atau fungsibagian tubuh akan membutuhkan perubahan
dlm citra tubuh. Perubahan dlm citra tubuh seperti; amputasi atau perubahan
penampilan wajah,adalah stressor yg sangat jelas mempengaruhi citra tubuh.
Masektomi,Kolostomi, dan ileostomy menggubah pemanpilan dan fungsi tubuh.
3.Sterssor Harga diri
• Sterssor mempengaruhi
harga diri seorg bayi, usia sekolah, prasekolah dan remaja adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi harapan org tua, kritik yang tajam, hukum yanng
tidak konsisten, persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan berulang
dapat menurunkan harga diri.
• Sterssor mempengaruhi harga diri pd org dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan Kegagalan dalam hubungan.
• Sterssor mempengaruhi harga diri pd org dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan Kegagalan dalam hubungan.
4. Sterssor Peran
Konflik Peran adalah
tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Ada 3 jenis dasar
konflik peran yaitu :
1.
Konflik interpersonal
ketika
satu org atau lebih mempunyai harapan berlawanan atau tidak cocok secara
individu dlm peran tertentu. Misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya
mungkin mempunyai perbedaan yg besar bagaimana ia harus merawat anak-anaknya.
2.
Konflik antar-peran
terjadi
ketika tekanan atau harapan yg berkaitan dg satu peran melawan tekanan atau
harapan yg saling berkaitan. Misalnya, seorg pria bekerja 10 sampai 12 jam
sehari mungkin akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan dirinya utk
berada dirumah bersama keluarga.
3.
Konflik peran personal
Terjadi
ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. Misalnya, seorang
perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan
pada merawat klien yang memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
Ambiguitas Peran
Mencakup harapan peran
yg tdk jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan maka org mjd tdk pasti
apa yg harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau keduanya.
Ketegangan peran
Perpaduan
antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan
sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau merasa
tidak sesuai dengan peran.contohnya: seorg wanita mempunyai posisi dimana
lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin dianggap oleh org lain
sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang berpengetahuan
dibandingkan dengan rekan kerja pria mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka
harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat berkompetensi.
4. Pengaruh perawat pada konsep diri
klien
Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep
diri membantu menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan
fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra
tubuh yang baru, hampir pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada
perawat dan mengamati respons dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Dalam
hal ini perawat mempunyai dampak yang signifikan. Rencana keperawatan yang
dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan konsep diri dapat ditingkatkan
atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya
bagi perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut mengenai diri
mereka :
1.
Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit
2.
Bagaimana perawat bereaksi terhadap stress
3.
Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana hal
tersebut ditunjukkan.
4.
Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi klien
5.
Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien
Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien
diperlukan komunikasi yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan
menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Hubungan perawat dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses komunikasi
tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan
pasien. Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri.
Menurut
Carl rogers prinsip-prinsip komunikasi terapeutik diantaranya :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,
saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, manghayati nilai yang dianut oleh
pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik
fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan suasana
yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa kuat.
6. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
7. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar
dari hubungan terapeutik.
9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan
dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karma itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
10. Bertanggung jawab dalam dua hal yaitu tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.
5. Konsep diri dan proses
keperawatan
a.
Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data
objektif dan subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri baik yang aktual
maupun potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan perubahan konsep diri.
Data objektif selanjutnya termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan
untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan nonverbal antara klien dengan orang lain,
data subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan klien tentang diri dan
lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data yang penting.
b.
Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang cermat oleh
perawat. Klien dengan batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin
menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan defisiensi identitas,
citra tubuh harga diri atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada
diri menimbulkan stressor cukup besar atau jika stressor di timbulkan pada
klien dalam periode yang cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan karakteristik dan
perilaku klien yang mengarah pada diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat
untuk membuat diagnosa yang akuraat berdasarkan data pengkajian. Misalnya,
pertimbangkan klien dengan diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan
cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai citra tubuh yang buruk sebagai akibat
kehilangan fungsi tubuh. Namun demikian, informasi ini saja tidak akan
membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.
c.
Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan
keluarganya harus merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu kllien
meraih kembali atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana perawatan
didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan. Hasil akan memberikan
ukuran untuk menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya berhasil.
Perawat harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan realistis, sesuai dengan
keadaan fisik dan psikososial klien saat ini.
Setelah menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang
ditujukan pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi
keperawatan diarahkan pada faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya
dalam gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan persepsi negatif terhadap
diri setelah histerektomi, maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu
klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima perubahan fisik yang berkaitan
dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang
diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri. Intervensi
difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan gangguan
konsep diri dan pada dukungan dan
dorongan perkembangan metoda koping.
d.
Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan
mendukung penggalian diri penting untuk mengintervensi klien yang mempunyai
masalah konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi pandangan klien tentang
diri bersifat pribaadi dan personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus
menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan berkembang rasa saling percaya
untuk memberdayakan perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan intervensi
yang sangat berguna.
6. Definisi kehilangan dan berduka
a.
Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007,
Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang
menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada)
Kehilangan
dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal
dan unik secara individu.
•
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau
seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
•
Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi
kehidupan normal untuk pertama kalinya.
•
Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang
dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh
semasa bayinya,wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk
mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga
dirinya.
•
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan
aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan
berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik
terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses
yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
-
Bentuk-bentuk kehilangan
1.
Kehilangan orang yang berarti
2.
Kehilangan kesejahteraan
3.
Kehilangan milik pribadi
Sifat
kehilangan
1.
Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat
mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2.
Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984).
Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit
selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan
mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.
Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan
menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi
kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi
peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen)
mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium
fisik, pshikologis, dan social.
b.
Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
7. Jenis-jenis kehilangan dan
Berduka
Terdapat
5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu
dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.Kematian
juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri
(loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau
anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan,
dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri
atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan
memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Jenis-
Jenis Berduka
1.Berduka
normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri
dari aktivitas untuk sementara.
2.
Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan
beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3.
Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
4.Berduka
tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian
orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.
8.
Respons Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui
tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)
1.
Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar
terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah
letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung cepat, menangis,gelisah,dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat berlangsung
selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.Tahap
Marah.
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang
timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang
mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara
kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.
3.Tahap
Tawar-menawar.
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus
atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.Tahap
depresi.
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan,
rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5.Tahap
Penerimaan.
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau
bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu
dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat
mengakhiri proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Topik 2
Klien dalam praktik keperawatan
1.Keperawatan Individu
Lingkup praktik keperawatan mandiri meliputi asuhan
keperawatan perinatal, asuhan keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak,
asuhan keperawatan dewasa, dan asuhan keperawatan maternitas, asuhan
keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya.
Keperawatan
yang dapat dilakukan dengan :
1.
Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio-
psiko- sosio- spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan
observasi, dan wawancara langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat
perencanaan, dan melaksanakan tindakan keperawatan yang memerlukan ketrampilan
tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang menyimpang, baik
tindakan-tindakan keperawatan atau tindakan-tindakan pelimpahan wewenang
(terapi medis), memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan dan melakukan
evaluasi.
2.
Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien,
dokumentasi ini diperlukan sebagai pertanggung jawaban dan tanggung gugat untuk
perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan kepertawatan yang
diberikan.
3.
Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara
berkelompok.
4.
Sebagai pembela/pendukung(advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan klien dirumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit
dan memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan
terhadap klien sesuai dengan pelayanan /asuhan yang diterima oleh klien.
5.
Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan,
mencangkup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus di lakukan.
Jenis
pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :
1.
Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di
laksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa
perlu di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan
untuk meningkatkan kesehatannya dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak
perlu dirawat di rumah sakit.
2.
Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan
prevensi. Pelayanannya mencankup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat
bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak,
mengajarkan lansia beradaptasi terhadap proses menua, serta tentang diit
mereka.
3.
Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-
penyakit terminal misalnya kanker, penyakit –penyakit kronis seperti diabet,
stroke, hipertensi, masalah- masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.
Mekanisme
perawatan kesehatan di rumah
Pasien/ klien yang memperoleh pelayanan kepewrawatan di
rumah dapat merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah
sakit, maupun puskesmas . namun pasien/ klien dapat langsung menghubungi agensi
pelayanan keperawatan di rumah atau praktek keperawatan per orangan untuk
memperoleh pelayanan.
Mekanisme
yang harus di lakukan adalah sebagai berikut:
1.
Pasien / klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih
dahulu oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di
rumah atau tidak.
2.
Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah,
maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari
pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudian bersama-sama klien
dan keluarga, akan menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat
keputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh
klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis
sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.
3.
Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan keperawatan
dirumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang
direkrut oleh pengelola perawatan dirumah. Pelayanan dikoordinir dan
dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh
tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh koordinator kasus.
4.
Secara periodic koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.
Persyaratan
pasien / klien yang menerima pelayanan perawatan dirumah
1.
Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggungjawab atau menjadi
pendamping bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola
2.
Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi (Informed
consent)
3.
Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan
dirumah untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima
pelayanan.
2.
Pengertian Keperawatan Keluarga
Merupakan bidang kekhususan spesialisasi yang terdiri dari
keterampilan berbagai bidang keparawatan. Praktik keperawatan keluarga
didefinisikan sebagai pemberian perawatan yang menggunakan proses keperawatan
kepada keluarga dan anggota-anggotanya dalam situasi sehat dan sakit. Penekanan
praktik keperawatan keluarga adalah berorientasi kepada kesehatan, bersifat
holistik, sistemik dan interaksional, menggunakan kekuatan keluarga.
Tingkatan Keperawatan Keluarga
Ada empat tingkatan keperawatan keluarga, yaitu:
1.
Level 1
keluarga menjadi latar belakang individu/anggota keluarga
dan fokus pelayanan keperawatan di tingkat ini adalah individu yang akan dikaji
dan diintervensi.
2.
Level 2
keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya,
masalah kesehatan/keperawatan yang sama dari masing-masing anggota akan
diintervensi bersamaan, masing-masing anggota dilihat sebagai unit yang
terpisah.
3.
Level 3
Fokus pengkajian dan intervensi keperawatan adalah
sub-sistem dalam keluarga, anggota-anggota keluarga dipandang sebagai unit yang
berinteraksi, fokus intervensi: hubungan ibu dengan anak; hubungan perkawinan;
dll.
4.
Level 4
seluruh keluarga dipandang sebagai klien dan menjadi fokus
utama dari pengkajian dan perawatan, keluarga menjadi fokus dan individu
sebagai latar belakang, keluarga dipandang sebagai interaksional system, fokus
intervensi: dinamika internal keluarga; struktur dan fungsi keluarga; hubungan
sub-sistem keluarga dengan lingkungan luar.
Proses Keperawatan Keluarga
1.
pengkajian
Proses pengumpulan informasi yang dilakukan terus menerus
dan untuk dapat mengartikan data/informasi yang diperoleh dan digunakan
kemampuan profesional. Sumber-sumber data yang diperlukan berasal dari:
pengkajian keluarga; observasi rumah dan lingkungannya; pemeriksaan fisik
seluruh anggota keluarga; data sekunder:hasil lab/X-ray. Ada dua tahap dalam
pengkajian, yaitu:
1.
Pengkajian tahap I
a.Data umum
-Nama
kepala keluarga
-Alamat
-Komposisi
keluarga (dalam table) lengkapi dengan genogram
-Tipe
keluarga
-Suku
-Agama
-Status
sosial ekonomi keluarga
-Aktivitas
rekreasi keluarga
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
-Tahap
perkembangan keluarga saat ini
-Tahap
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
-Riwayat
keluarga inti
-Riwayat
keluarga sebelumnya (pihak suami dan istri)
c. Lingkungan
-Karakteristik
rumah
-Karakteristik
tetangga dan komunitas RW
-Mobilitas
geografis keluarga
-Perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat
-Sistem
pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
-Pola
komunikasi keluarga
-Struktur
kekuatan keluarga
-Struktur
peran (formal dan informal)
-Nilai
atau norma keluarga
e. Fungsi keluarga
-Fungsi
afektif
-Fungsi
sosialisasi
-Fungsi
perawatan keluarga
f. Stress dan koping keluarga
- Stressor
jangka pendek dan panjang serta kekuatan keluarga
-Kemampuan
keluarga berespons teradap situasi/stressor
-Strategi
koping yang digunakan
-Strategi
adaptasi disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
h. Harapan keluarga
2) Pengkajian tahap II
mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga oleh
keluarga.
a. Mengenal
masalah
-Pengertian
-Penyebab
-Tanda dan gejala
-Identifikasi tingkat keseriusan masalah pada keluarga
b.
Mengambil keputusan
-Akibat
- Keputusan keluarga
c. Melakukan
perawatan sederhana
-Cara-cara perawatan yang sudah dilakukan keluarga
-Cara-cara pencegahan
d.
Modifikasi lingkungan
-Lingkungan fisik
-Lingkungan psikologis
e.
Pemanfaatan fasilitas kesehatan
-Pelayanan kesehatan yang biasa dikunjungi keluarga
-Frekuensi kunjungan
2.
Diagnosa Keperawatan
Merupakan panduan dalam dalam memberikan tindakan
keperawatan, ada tiga jenis yaitu actual, risiko, dan potensial.
Komponen diagnosa keperawatan keluarga :
a. Masalah
mengacu pada respon keluarga terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar
b. Etiolgi
mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga
c. Tanda dan gejala
0 komentar