Followers

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar

]

Konsep diri

Diposting oleh Unknown Sabtu, 28 September 2013



Topik 1
Kebutuhan Psikososial [Konsep diri dan Kehilangan]
1. Konsep diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan spiritual.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut ini:
1. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentangkonsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu:
2. Komponen tubuh
Konsep diri terdiri dari beberapa kompenen. Kompenen konsep diri adalah, bagian-bagian yang menyusun persepsi terhadap diri (konsep diri). komponen-komponen konsep diri adalah sebagai berikut:
1.      Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi da pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. (Suliswati, dkk, 2005).
Citra tubuh adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik serta persepsi dari pandangan orang lain (Perry & Potter, 2005). Konsep diri yang baik tentang citra tubuh adalah kemampuan seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki dengan senang hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha untuk merawat tubuh dengan baik.
Faktor predisposisi gangguan citra tubuh meliputi kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit), proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsinya, prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transplantasi (Suliswati, dkk, 2005).
2.      Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah inspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita- cita atau pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik tentang ideal diri apabila dirinya mampu bertindak dan berperilaku sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya dan sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dasar dari ideal diri (Suliswati, dkk, 2005).
3.      Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan. Pada masa dewasa akhir timbul masalah harga diri karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun, ketidakmampuan fisik, brepisah dari anak, kehilangan pasangan dan sebagainya (Suliswati, dkk, 2005). Seseorang memiliki konsep diri yang baik berkaitan dengan harga diri apabila mampu menunjukkan keberadaannya dibutuhkan oleh banyak orang, dan menjadi bagian yang dihormati oleh lingkungan sekitar.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Manusia cenderung bersikap negatif, walaupun ia cinta dan mengenali kemampuan orang lain namun ia jarang mengekspresikannya. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari orang lain serta mengalami ketidakmampuan pada dirinya dan juga sebaliknya (Perry & Potter, 2005).
Faktor predisposisi gangguan harga diri meliputi penolakan dari orang lain, kurang penghargaan, pola asuh yang salah, terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten, persaingan antar saudara, kesalahan dan kegagalan yang berulang, dan tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Suliswati, dkk, 2005).
4.      Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti (Suliswati, dkk, 2005). Individu dikatakan mempunyai konsep diri yang baik berkaitan dengan peran adalah adanya kemampuan untuk berperan aktif dalam lingkungan, sekaligus menunjukkan bahwa keberadaannya sangat diperlukan oleh lingkungan.
Faktor predisposisi gangguan peran meliputi tiga kategori transisi peran yaitu perkembangan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi peran diri. Kedua adalah transisi situasi, yaitu transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan bertambah / berkurang orang yang berarti melalui kematian / kelahiran. Misalnya status sendiri menjadi berdua / menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran. Ketiga adalah transisi sehat sakit, yaitu stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan konsep diri, termasuk didalamnya gambaran diri, identitas diri, harga diri dan peran diri (Perry & Potter, 2005).
5.      Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut atau jabatan serta peran. Seseorang yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, kemampuan dan penguasaan diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri (Suliswati, dkk, 2005).
Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualits adalah bagian dari identitas seseorang. Identitas seksual adalah gambaran seseorang tentang diri sebagai pria atau wanita dan makna dari citra tubuh (Perry & Potter, 2005).
Faktor predisposisi gangguan identitas diri meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman dan perubahan struktur sosial. Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan (Suliswati, dkk, 2005).

3. Stressor mempengaruhi konsep diri
Stres Mempengaruhi Konsep Diri Stressor Konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yg mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran.Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yg mempengaruhi konsep diri misalnya saja:
• Perubahan fisik dlm tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi.
• Penyakit kronis sering mengganggu peran,yg dpt mengganggu identitas dan harga diri seseorang.
1. Stressor Identitas
Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yg lebih stabil karena konsep diri berkembang lebih kuat.Stresor kultural dan sosial dibanding stresor personal dpt mempunyai dampak lebih besar pd identitas org dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan kemandirian dlm suatu hubungan (stuart & sundeen, 1991)
2.Stressor Citra tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsibagian tubuh akan membutuhkan perubahan dlm citra tubuh. Perubahan dlm citra tubuh seperti; amputasi atau perubahan penampilan wajah,adalah stressor yg sangat jelas mempengaruhi citra tubuh. Masektomi,Kolostomi, dan ileostomy menggubah pemanpilan dan fungsi tubuh.
3.Sterssor Harga diri
• Sterssor mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia sekolah, prasekolah dan remaja adalah ketidakmampuan untuk memenuhi harapan org tua, kritik yang tajam, hukum yanng tidak konsisten, persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan berulang dapat menurunkan harga diri.
• Sterssor mempengaruhi harga diri pd org dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan Kegagalan dalam hubungan.
4. Sterssor Peran
Konflik Peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu :
1. Konflik interpersonal
ketika satu org atau lebih mempunyai harapan berlawanan atau tidak cocok secara individu dlm peran tertentu. Misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai perbedaan yg besar bagaimana ia harus merawat anak-anaknya.
2. Konflik antar-peran
terjadi ketika tekanan atau harapan yg berkaitan dg satu peran melawan tekanan atau harapan yg saling berkaitan. Misalnya, seorg pria bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan dirinya utk berada dirumah bersama keluarga.
3. Konflik peran personal
Terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. Misalnya, seorang perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yang memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
Ambiguitas Peran
Mencakup harapan peran yg tdk jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan maka org mjd tdk pasti apa yg harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau keduanya.
Ketegangan peran
Perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran.contohnya: seorg wanita mempunyai posisi dimana lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin dianggap oleh org lain sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang berpengetahuan dibandingkan dengan rekan kerja pria mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat berkompetensi.

4. Pengaruh perawat pada konsep diri klien

Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati respons dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Dalam hal ini perawat mempunyai dampak yang signifikan. Rencana keperawatan yang dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka :
1.      Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit
2.      Bagaimana perawat bereaksi terhadap stress
3.      Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana hal tersebut ditunjukkan.
4.       Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi klien
5.      Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien

Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan komunikasi yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Menurut Carl rogers prinsip-prinsip komunikasi terapeutik diantaranya :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, manghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa kuat.
6. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
7. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karma itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
10. Bertanggung jawab dalam dua hal yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.



5. Konsep diri dan proses keperawatan

a. Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif dan subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan  nonverbal antara klien dengan orang lain, data subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data yang penting.

b. Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang cermat oleh perawat. Klien dengan batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau jika stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan karakteristik dan perilaku klien yang mengarah pada diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk membuat diagnosa yang akuraat berdasarkan data pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai citra tubuh yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh. Namun demikian, informasi ini saja tidak akan membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.

c. Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan keluarganya harus merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu kllien meraih kembali atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana perawatan didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran untuk menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan realistis, sesuai dengan keadaan fisik dan psikososial klien saat ini.
Setelah menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi keperawatan diarahkan pada faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya dalam gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi, maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima perubahan fisik yang berkaitan dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri. Intervensi difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan gangguan konsep diri  dan pada dukungan dan dorongan perkembangan metoda koping.

d. Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan mendukung penggalian diri penting untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan intervensi yang sangat berguna.

6. Definisi kehilangan dan berduka

a. Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada)
Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individu.
• Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
• Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya.
• Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya.
• Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.

- Bentuk-bentuk kehilangan
1. Kehilangan orang yang berarti
2. Kehilangan kesejahteraan
3. Kehilangan milik pribadi

Sifat kehilangan

1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.

b. Berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

7. Jenis-jenis kehilangan dan Berduka

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1.     Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

2.     Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3.     Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4.     Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5.     Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

Jenis- Jenis Berduka

1.Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4.Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.

8.  Respons Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)

1. Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung cepat, menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.Tahap Marah.
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
3.Tahap Tawar-menawar.
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.Tahap depresi.
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5.Tahap Penerimaan.
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

Topik 2
Klien dalam praktik keperawatan
1.Keperawatan Individu

Lingkup praktik keperawatan mandiri meliputi asuhan keperawatan perinatal, asuhan keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak, asuhan keperawatan dewasa, dan asuhan keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :
1. Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio- psiko- sosio- spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan observasi, dan wawancara langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, dan melaksanakan tindakan keperawatan yang memerlukan ketrampilan tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang menyimpang, baik tindakan-tindakan keperawatan atau tindakan-tindakan pelimpahan wewenang (terapi medis), memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan dan melakukan evaluasi.
2. Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien, dokumentasi ini diperlukan sebagai pertanggung jawaban dan tanggung gugat untuk perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan kepertawatan yang diberikan.
3. Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara berkelompok.
4. Sebagai pembela/pendukung(advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan klien dirumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit dan memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan terhadap klien sesuai dengan pelayanan /asuhan yang diterima oleh klien.
5. Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan, mencangkup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus di lakukan.

Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :

1. Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di laksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kesehatannya dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu dirawat di rumah sakit.
2. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan prevensi. Pelayanannya mencankup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.
3. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit- penyakit terminal misalnya kanker, penyakit –penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi, masalah- masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.

Mekanisme perawatan kesehatan di rumah
Pasien/ klien yang memperoleh pelayanan kepewrawatan di rumah dapat merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun puskesmas . namun pasien/ klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan keperawatan di rumah atau praktek keperawatan per orangan untuk memperoleh pelayanan.

Mekanisme yang harus di lakukan adalah sebagai berikut:
1. Pasien / klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah atau tidak.
2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudian bersama-sama klien dan keluarga, akan menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.
3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan keperawatan dirumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan dirumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh koordinator kasus.
4. Secara periodic koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.

Persyaratan pasien / klien yang menerima pelayanan perawatan dirumah

1. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggungjawab atau menjadi pendamping bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola
2. Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi (Informed consent)
3. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan dirumah untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima pelayanan.




2. Pengertian Keperawatan Keluarga

Merupakan bidang kekhususan spesialisasi yang terdiri dari keterampilan berbagai bidang keparawatan. Praktik keperawatan keluarga didefinisikan sebagai pemberian perawatan yang menggunakan proses keperawatan kepada keluarga dan anggota-anggotanya dalam situasi sehat dan sakit. Penekanan praktik keperawatan keluarga adalah berorientasi kepada kesehatan, bersifat holistik, sistemik dan interaksional, menggunakan kekuatan keluarga.

Tingkatan Keperawatan Keluarga
Ada empat tingkatan keperawatan keluarga, yaitu:
1.    Level 1
keluarga menjadi latar belakang individu/anggota keluarga dan fokus pelayanan keperawatan di tingkat ini adalah individu yang akan dikaji dan diintervensi.
2.    Level 2
keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya, masalah kesehatan/keperawatan yang sama dari masing-masing anggota akan diintervensi bersamaan, masing-masing anggota dilihat sebagai unit yang terpisah.
3.    Level 3
Fokus pengkajian dan intervensi keperawatan adalah sub-sistem dalam keluarga, anggota-anggota keluarga dipandang sebagai unit yang berinteraksi, fokus intervensi: hubungan ibu dengan anak; hubungan perkawinan; dll.
4.    Level 4
seluruh keluarga dipandang sebagai klien dan menjadi fokus utama dari pengkajian dan perawatan, keluarga menjadi fokus dan individu sebagai latar belakang, keluarga dipandang sebagai interaksional system, fokus intervensi: dinamika internal keluarga; struktur dan fungsi keluarga; hubungan sub-sistem keluarga dengan lingkungan luar.

Proses Keperawatan Keluarga
1.    pengkajian
Proses pengumpulan informasi yang dilakukan terus menerus dan untuk dapat mengartikan data/informasi yang diperoleh dan digunakan kemampuan profesional. Sumber-sumber data yang diperlukan berasal dari: pengkajian keluarga; observasi rumah dan lingkungannya; pemeriksaan fisik seluruh anggota keluarga; data sekunder:hasil lab/X-ray. Ada dua tahap dalam pengkajian, yaitu:
1. Pengkajian tahap I
a.Data umum
-Nama kepala keluarga
-Alamat
-Komposisi keluarga (dalam table) lengkapi dengan genogram
-Tipe keluarga
-Suku
-Agama
-Status sosial ekonomi keluarga
-Aktivitas rekreasi keluarga
b.  Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
-Tahap perkembangan keluarga saat ini
-Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
-Riwayat keluarga inti
-Riwayat keluarga sebelumnya (pihak suami dan istri)
c. Lingkungan
-Karakteristik rumah
-Karakteristik tetangga dan komunitas RW
-Mobilitas geografis keluarga
-Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
-Sistem pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
-Pola komunikasi keluarga
-Struktur kekuatan keluarga
-Struktur peran (formal dan informal)
-Nilai atau norma keluarga
e.  Fungsi keluarga
-Fungsi afektif
-Fungsi sosialisasi
-Fungsi perawatan keluarga
f. Stress dan koping keluarga
- Stressor jangka pendek dan panjang serta kekuatan keluarga
-Kemampuan keluarga berespons teradap situasi/stressor
-Strategi koping yang digunakan
-Strategi adaptasi disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
h. Harapan keluarga
2)  Pengkajian tahap II
mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga oleh keluarga.
a. Mengenal masalah
-Pengertian
-Penyebab
-Tanda dan gejala
-Identifikasi tingkat keseriusan masalah pada keluarga
b.  Mengambil keputusan
-Akibat
- Keputusan keluarga
c. Melakukan perawatan sederhana
-Cara-cara perawatan yang sudah dilakukan keluarga
-Cara-cara pencegahan
d. Modifikasi lingkungan
-Lingkungan fisik
-Lingkungan psikologis
e. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
-Pelayanan kesehatan yang biasa dikunjungi keluarga
-Frekuensi kunjungan

2.  Diagnosa Keperawatan
Merupakan panduan dalam dalam memberikan tindakan keperawatan, ada tiga jenis yaitu actual, risiko, dan potensial.
Komponen diagnosa keperawatan keluarga :
a. Masalah
mengacu pada respon keluarga terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan dasar
b. Etiolgi
mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga
c. Tanda dan gejala

0 komentar

Posting Komentar