BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Tubuh
manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau
toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebut imunitas. Dari sebagian besar imunitas
merupakan imunitas didapat yang tidak
timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang menang menyebabkan
penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan untuk membentuknya.
Selain imunitas bawaan,
tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan
agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan
bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas semacam ini
disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus
yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan
menghancurkan organisme spesifik atau toksin.
1.2 Tujuan
-
Agar makalah ini menambah wawasan
bagi Mahasiswa
-
Agar mahasiswa lebih memahami
tentang Imunitas
1.3 Rumusan
masalah
-
Apa pengertian Imunologi?
-
Apa pengertian antigen dan anti
bodi?
-
Bagaimana proses kekebalan?
-
Apa yang di maksud
hipersensitivitas?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Imunologi
Imunologi
adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai
semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi adalah spesialisasi medis yang berkaitan dengan
kekebalan dan semua aspek dari kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan
penyakit yang disebabkan oleh patogen (organisme penyebab penyakit, yang
biasanya adalah mikro-organisme). Contoh organisme penyebab penyakit termasuk
virus, bakteri, protozoa atau parasit yang bahkan lebih besar.
Selain
itu, subjek imunologi diperumit oleh fakta bahwa individu manusia juga
mengembangkan respon kekebalan terhadap protein sendiri (dan molekul lainnya)
dalam autoimunitas dan melawan sel-sel kita sendiri secara menyimpang. Jenis
respon imun ini juga termasuk dalam bidang penelitian imunologi.
1.Sistem imun
Sistem imun ialah semua
mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai
perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup”. Berbagai
bahan organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati asal hewan,
tumbuhan, jamur, bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap
dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidup sehingga setiap saat
bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan berbagai
penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh yang menjadi tua dan
sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diingini dan perlu
disingkirkan.
Kemampuan tubuh untuk menyingkirkan bahan asing yang
masuk ke dalam tubuh tergantung dari kemampuan sistem imun untuk mengenal
molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan bahan asing
tersebut dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan
antigen. Kemampuan ini dimiliki oleh komponen-komponen sistem imun yang
terdapat dalam jaringan limforetikuler yang letaknya tersebar di seluruh tubuh,
misalnya di dalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, timus, sistem saluran nafas,
saluran cerna dan organ-organ lain. Sel-sel yang terdapat dalam jaringan ini
berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel, kemudian beredar dalam tubuh melalui darah, sistem limfatik, serta organ limfoid yang
terdiri dari timus dan sumsum tulang (organ limfoid primer ), dan limpa,
kelenjar limfe dan mukosa ( organ limfoid sekunder ), dan dapat
menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsi
masing-masing.
2. Pembagian Sistem Imun
Terdapat 2
sistem imun yaitu sistem imun nonspesifik dan spesifik yang mempunyai kerja
sama yang erat dan yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, sistem imun
ini semuanya terdiri dari bermacam-macam sel leukosit ( sel darah putih ).
a. Sistem imun nonspesifik, disebut demikian karena telah ada dan berfungsi sejak
lahir dan merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme, serta dapat memberikan respon langsung terhadap
antigen. Sel-selnya terdiri dari sel
makrofag, sel NK ( Natural Killer ) dan sel mediator.
b. Sistem imun
spesifik, membutuhkan waktu untuk mengenal
antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya atau dengan
kata lain sistem ini dapat menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh
yang sudah dikenal sebelumnya ( spesifik ). Sel-selnya terdiri dari sel-sel limfosit T dan B.
Sistem imun spesifik terdiri dari sel limfosit ,
merupakan kunci pengontrol sistem imun. Sebetulnya sistem ini dapat bekerja
sendiri tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Terdapat 2 macam yaitu: sistem imun spesifik humoral ( sel B
), menghasilkan antibodi yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi
ekstraseluler virus dan bakteri, sedangkan sistem imun spesifik seluler ( sel T ) untuk pertahanan terhadap
bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.
3. Lintas Arus Sel Limfosit
Sel limfosit berdiferensiasi dan menjadi matang di organ
limfoid primer untuk kemudian masuk dalam sirkulasi darah. Sel B diproduksi dan
menjadi matang dalam sumsum tulang sebelum masuk dalam darah dan organ limfoid
sekunder. Prekusor sel T meninggalkan sumsum tulang, menjadi matang dalam timus
sebelum bermigrasi ke organ limfoid sekunder. Limfosit yang sudah ada dalam
organ limfoid sekunder tidak tinggal di sana, tetapi bergerak dari organ
limfoid yang satu ke organ limfoid yang lain, saluran dalam sistem limfatik.
Dari sirkulasi limfosit memasuki organ limfoid sekunder
atau rongga-rongga organ dan kelenjar limfe. Resirkulasi tersebut terjadi terus
menerus. Keuntungan dari resirkulasi limfosit tersebut ialah bahwa sewaktu
terjadi infeksi alamiah, akan banyak limfosit berpapasan dengan antigen asal
mikroorganisme. Keuntungan lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada
organ limfoid misalnya limpa yang defisit limfosit karena infeksi, radiasi atau
trauma, limfosit dari jaringan limfoid lainnya melalui sirkulasi akan dapat
dikerahkan ke dalam organ limfoid tersebut dengan mudah. Hanya iradiasi yang
mengenai seluruh tubuh akan dapat menghentikan pertumbuhan sel sistem imun
seluruhnya.
Pada keadaan normal ada lintas arus limfosit aktif terus
menerus melalui kelenjar limfe, tetapi bila ada antigen masuk, arus limfosit
dalam kelenjar limfe akan berhenti sementara. Sel yang spesifik terhadap
antigen ditahan dalam kelenjar limfe untuk menghadapi antigen tersebut dan hal
ini akan menimbulkan kelenjar bengkak yang sering terjadi pada infeksi.
4. Sitokin atau Interleukin
Pada reaksi imunologik banyak substansi yang bekerja serupa hormon yang
dilepaskan oleh sel leukosit, yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang
mengatur respon imunologi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar.
Substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin, yang kemudian pada tahun 1979 nama yang disepakati adalah
interleukin ( IL ) yang berarti
adanya komunikasi antar sel leukosit.
Sitokin yang diproduksi dan bekerja sebagai
mediator pada imunitas nonspesifik misalnya IFN ( interferon ), TNF ( Tumor Necrotic Faktor ) dan IL-1 sedang
yang lainnya terutama berperanan pada imunitas spesifik. Pada yang akhir
sitokin bekerja sebagai pengotrol aktivasi, proliferasi dan diferensiasi sel.
Produksi sel sistem imun dikontrol oleh sitokin yang juga mengatur
hematopoiesis yang secara kolektif disebut Colony Stimulating Factor ( CSF ). Sitokin merupakan messenger kimia atau perantara dalam
komunikasi interseluler yang sangat poten. Dewasa ini lebih dari 100
jenis sitokin yang sudah diketahui.
2.2
Antigen dan Antibody
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan
dapat bereaksi dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah
bahan yang dapat merangsang respon imun dan hapten adalah bahan yang
dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun atas epitop dan paratop.
Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal/
menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari
antibodi yang dapat mengikat epitop.
1.
Jenis antigen berdasarkan determinannya:
a.Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan
jumlahnya satu
b.Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu,
jumlah lebih dari satu
c.Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih
dari satu dan jumlahnya satu
d.Multideterminan, multivalen, merupakan
jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu
2.Jenis
antigen berdasarkan spesifiktasnya
a.Heteroantigen → dimiliki banyak spesies
b.Xenoantigen → dimiliki spesies tertentu
c.Alloantigen → dimiliki satu spesies
d.Antigen organ spesifik → dimiliki organ tertentu
e.Autoantigen → berasal dari tubuhnya sendiri
3.Jenis
antigen berdasarkan ketergantungan pada sel T:
a.T dependen adalah tentang
antigen yang perlu pengenalan thd sel T dan sel B untuk merangsang
antibodi
b.T Independen adalah tentang
antigen yang dapat merangsang sel B tanpa mengenal sel T dahulu
4.
Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya:
a.Karbohidrat merupakan imunogenik
b.Lipid: tidak imunogenik merupakan hapten
c.Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik
d.Protein merupakan imunogenik
Antibodi
Antibodi
adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh yang
mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B)
akibat kontak/dirangsang oleh antigen. Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig M,
Ig E dan Ig D.
a.Imunoglobulin
G
Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta
membentuk imunitas bayi sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat
opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan
pada imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler berinteraksi
dengan komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil.
b.Imunoglobulin
A
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam
saluran nafas, cerna, kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsinya
menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara toksin/ virus dng sel
sasaran dan mengumpalkan/ mengganggu gerak kuman yang memudahkan fagositosis.
c.Imunoglobulin
M
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh
tubuh akibat rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis.
Fungsinya mencegah gerakan mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis
dan Aglutinosis kuat terhadap antigen.
d.Imunoglobulin
E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel
mastosit, basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi
cacing, skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti
cacing.
e.Imunoglobulin
D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat mengikat
komplemen.Mempunyai aktifitas antibodi terhadap
makanan dan autoantigen.
Cara kerja anti body
Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan
dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini
diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi
akan menghancurkan bakteri atau virus tertentu yang menyerang sistem pertahanan
tubuh manusia. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri
kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur
biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.Berada dalam aliran darah dan
cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri kepada bakteri dan virus penyebab
penyakit.
Mereka menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan
diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan sekaligus
melumpuhkannya.Antibodi bersesuaian dengan antigen secara sempurna, seperti
anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi.Tubuh
manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap
musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur
setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk
menghadapi musuh.
Hal ini karena antibodi yang dihasilkan untuk suatu penyakit
belum tentu berhasil bagi penyakit lainnya. Membuat antibodi spesifik untuk
masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa dan proses ini dapat
terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam
ini terdapat jutaan musuh (antigen).Satu sel B yang sedemikian kecil, menyimpan
jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam
kombinasi yang tepat. Tersimpannya jutaan formula dalam suatu sel yang sangat
kecil merupakan keajaiban yang diberikan kepada manusia. Yang tak kurang
menakjubkan adalah bahwa kenyataannya sel-sel menggunakan informasi ini untuk
melindungi kesehatan manusia.
Satu sel B menggandakan antibodi spesifiknya dan
mencantolkannya ke permukaan luar membran selnya. Antibodi memanjang keluar
seperti jarum, aerial yang sudah menyesuaikan diri menunggu berkontak dengan
sekeping protein tertentu yang bisa mereka kenali. Antibodi tersebut terdiri
dari dua rantai ringan dan dua rantai berat asam amino yang bersambungan dalam
bentuk Y. Setelah digandakan sampai jutaan, sebagian besar sel B berhenti
membelah dan menjadi sel plasma, jenis sel yang bagian dalamnya berisi alat
untuk membuat satu produk antibodi. Sebagian sel B lain membelah terus tak
berhingga, dan menjadi sel memori. Antibodi bebas yang dibuat oleh sel plasma
berkeliling di darah dan cairan limpa. Ketika antibodi mengikatkan diri pada
antigen sasarannya, bentuknya berubah. Perubahan bentuk inilah yang membuat
antibodi "menempel" di bagian luar makrofag.
2.3 Sistem komlemen
Sistem komplemen
adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan
humoral
untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara
khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi
pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen
dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem kekebalan
humoral.
Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan
pada saluran pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik.
Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat terstimulasi derajat keasaman pada lambung.
Protein hasil irisan zimogen berguna bagi:
- peningkatan respon antibodi dan memori imunologis
- proses lisis
- pembersihan kompleks imun dan sel apoptotik
- proses kemotaksis
- mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu proses degranulasi antibodi IgE.
melalui
lintasan yang disebut:
- Lintasan klasik
- Lintasan MBL
- MBL,
MASP, MASP2
- Lintasan
alternatif
- Lintasan litik[6]
- C5,
C6, C7, C8, C9, Protein S
Fungsi
Komplemen
1.
Mencerna
sel, bakteri, dan virus
2.
Opsonisasi,
yaitu memicu fagositosis antigen partikulat
3.
Mengikat
reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan, memicu fungsi sel
spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator
4.
Pembersihan
imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari sistem kekebalan dan
menimbunnya di limpa dan hati.
Protein dan glikoprotein yang merupakan penyusun dari sistem
komplemen disintesis di hepatosit hati. Namun, sejumlah besar sistem penyusun
sistem komplemen juga diproduksi di jaringan makrofaga, monosit dalam darah,
dan sel epitel dari saluran kelamin dan pencernaan.Sistem komplemen memiliki
kemungkinan untuk memberi kerusakan parah kepada jaringan milik sendiri, yang
berarti bahwa aktivasi sistem komplemen harus dilakukan dengan tepat. Sistem
komplemen diatur oleh protein kontrol komplemen, yang terdapat di dalam plasma
darah dalam konsentrasi yang lebih besar dari pada protein komplemen itu
sendiri. Beberapa protein kontrol komplemen berada di membran sel untuk
mencegah penyerangan oleh sistem komplemen.
Dipercaya bahwa sistem komplemen memiliki peran dalam
mengakibtkan berbagai penyakit seperti sindrom Barraquer-Simmons, lupus
erythematosus, glomerulonephritis, berbagai arthritis, penyakit jantung autoimun,
multiple sklerosis, penyakit bowel inflamatori, dan luka ischemia-reperfusion.
Sistem komplemen juga dapat berimplikasi pada penyakit sistem syaraf seperti
Alzheimer dan kondisi degeneratif syaraf lainnya.
2.4 Reaksi antigen dengan antibody
invitro
Penerapan
adanya reaksi antigen-antibodi.
a) Golongan darah dan transfusi
darah
Tes aglutinasi adalah pendiagnosa yang berguna untuk
mendeteksi dan mengukur antibodi spesifik dalam serum pasien, untuk
mengidentifikasi antigen seperti bakteri dan virus (yang dikenal dengan
antisera) serta untuk menentukan golongan darah.Hemaglutinasi adalah aglutinasi
sel darah merah oleh antibodi yang spesifik untuk antigen membran sel.
Pemeriksaan golongan darah adalah contoh dari hemaglutinasi. Molekul antibodi
dengan satu reseptor pengikat dan satu reseptor bebas terikat pada antigen
membentuk jembatan (linkage) antara 2 mokelul antigen.Ikatan silang
antigen-antibodi ini berlanjut membentuk pola geometris komplek tiga dimensi
sampai menghasilkan satu kelompok besar.Aglutinasi ini terjadi bila ukuran
antigen lebih dari 2 μm (Nolte, 1977).
Golongan darah ditentukan oleh kehadiran atau ketidakhadiran
antigen.Struktur kimia antigen golongan darah disusun oleh rantai gula panjang
berulang-ulang yang disebut fukosa, yang dengan sendirinya membentuk antigen O
bagi golongan darah O. Fukosa juga berperan sebagai dasar dari golongan darah
lainnya. Golongan darah A adalah antigen O (fukosa) ditambah gula yang disebut
N-asetil galactosamin yang ditambahkan pada ujungnya. Golongan darah B adalah
fukosa ditambah gula berbeda, D-galactosamin, pada ujungnya.Golongan darah AB
adalah fukosa ditambah N-asetil galactosamin dan D-galactosamin.Rantai gula
panjang berulang-ulang ini seperti antena, yang memproyeksi keluar dari
permukaan sel-sel kita, mengawasi antigen asing.
Masing-masing golongan darah memproduksi antibodi terhadap
golongan darah lainnya.Inilah mengapa kita bisa menerima transfusi dari
sebagian golongan darah tetapi tidak dari yang lainnya. Antibodi golongan darah
ini tidak berada di sana untuk memperumit transfusi, tetapi lebih untuk
melindungi tubuh dari zat-zat asing, seperti bakteri, virus, parasit dan
beberapa makanan nabati yang mirip antigen golongan darah asing.
Ketika sistem kekebalan tubuh berusaha mengidentifikasi karakter
yang mencurigakan, salah satu hal pertama yang dicarinya adalah antigen
golongan darah. Jika sistem kekebalan tubuh bertemu salah satu zat yang mirip
golongan darah yang berbeda, ia akan menciptakan antibodi untuk melawannya.
Reaksi antibodi ini dikarakteristikkan oleh proses yang disebut aglutinasi
(penggumpalan sel). Ini berarti antibodi melekat pada antigen dan menjadikannya
sangat lengket.
Ketika sel, virus, parasit dan bakteri digumpalkan, mereka
melekat satu sama lain dan “menggumpal”, yang menjadikan tugas pembuangan
mereka lebih mudah. Ini lebih seperti memborgol kriminal menjadi satu. Mereka
menjadi tidak berbahaya daripada ketika dibiarkan bergerak dengan bebas.
Aglutinasi merupakan konsep penting dalam analisis golongan darah. Antibodi golongan
darah ini, yang seringkali disebut isohemaglutinin, merupakan antibodi paling
kuat dalam sistem kekebalan tubuh, dan kemampuan mereka untuk menggumpalkan
sel-sel golongan darah yang berbeda sangat kuat sehingga bisa diamati dengan
cepat di slide kaca dengan mata biasa.
b) Pencangkokan jaringan dan
transplantasi organ
Kompleks histokompatibilitas mayor (MHC), yang merupakan
sidik jari protein yang unik untuk setiap individu, bertanggung jawab atas
stimulasi penolakan pencangkokan jaringan dan transplantasi organ. Molekul MHC
asing bersifat antigenik dan menginduksi respon kekebalan melawan jaringan atau
organ yang didonorkan itu. Untuk meminimalkan penolakan, upaya-upaya telah
dilakukan untuk sedekat mungkin mencocokkan MHC jaringan donor dengan MHC jaringan
resipien (penerima).
2.5 Proses kekebalan
-
Pengenalan
Limfosit B dapat mengenali antigen tanpa bantuan sel lain,
akan tetapi Limfosit T akan menanggapi antigen apabila disajikan oleh sel
penyaji antigen. Sel yang dapat menyajikan antigen tersebut antara lain adalah:
- Makrofag.
- Sel dendritik (“Dendritic
Cell”) yang terdapat dalam jaringan lymfoid.
- Sel limfosit B.
- Sel Langerhans dikulit dan
lain-lain.
Limfo sit T hanya akan menanggapi antigen apabila disajikan
oleh sel penyaji karena sel T hanya akan mengenali imunogen yang terikat pada
protein Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada permukaan sel-sel
penyaji. Ada dua kelas yang berbeda untuk protein MHC, yang masing-masing akan
dikenali oleh 2 subset limfosit T. MHC kelas I akan diekspresikan oleh seluruh
sel-sel tubuh dan digunakan untuk menyajikan substansi-substansi ke sel T CD8+
yang bersifat sitotoksik. Jadi semua sel tubuh dapat mempresentasikan antigen
kepada sel T sitotoksik dan menyajikannya sebagai target respon sitotoksik.
- Langkah aktifitas
Setelah pengenalan terhadap antigen terjadilah respon
biologi sel T. Sel T akan berikatan dengan kompleks fragmen peptida asing-self
MHC. Setelah berikatan maka dimulailah langkah berikutnya yaitu langkah
aktivasi. Untuk memulai langkah aktivasi ini dibutuhkan signal pertama yaitu
ikatan antara antigen dengan antigen reseptor dan signal kedua yaitu aktivasi
sel T oleh molekul-molekul kostimulator. Salah satu yang terpenting dan
merupakan jalur khusus untuk aktivasi sel T yaitu melibatkan molekul permukaan
CD28 yang akan berikatan dengan molekul kostimulator B7-1 (CD80) dan B7-2 (CD86)
yang diekspresikan oleh sel APC. CD28 mengirimkan sinyal yang meningkatkan
respon sel T terhadap antigen. Molekul permukaan sel T yang lain yaitu CTLA-4
juga berikatan dengan B7-1 dan B7-2 tetapi berlawanan dengan CD28, molekul ini
mengirimkan sinyal yang menghambat sel T. CD28 diekspresikan pada 80% sel T
CD4+ manusia dan 50% oleh sel T CD8+ dan jumlah CD28 yang diekspresikan akan
meningkat setelah stimulasi sel T.132 Lain halnya dengan CTLA-4 yang tak dapat
ditemukan pada resting T Cells, tetapi ekspresinya diinduksi setelah aktivasi
sel T dan kadar maksimalnya dicapai dalam 48 jam.
Beberapa
sel T ini kemudian berkembang menjadi sel T pengingat antigen spesifik
(“Antigen-Specific Memory T Cells”). Dengan demikian aktivasi limfo sit terdiri
dari 5 langkah yaitu:
- Peristiwa penyampaian isyarat
awal
- Aktivasi transkripsi berbagai
gen
- Timbulnya molekul permukaan sel
yang baru
- Sekresi sitokin
- Induksi aktivitas mitosis.
Fungsi fisiologis respon imun spesifik adalah mengeliminasi
antigen. Setelah langkah-langkah tersebut diatas maka dimulailah langkah
pelaksanaan efektor yang diambil dan dipacu dari sistem imun alamiah dan
imunitas spesifik. Langkah pelaksanaan efektor meliputi:
- Produksi sitokin oleh limfosit
T dan beberapa sel-sel non limfoid yang merupakan “soluble mediator” pada
imunitas alami dan imunitas spesifik.
- Kehadiran sel-sel efektor dari
imunitas seluler termasuk limfosit T, makrofag dan sel NK yang ikut serta
dalam reaksi inflamasi karena dan fungsinya sebagai pertahanan pertama
terhadap mikroba intraseluler.
- Bekerjanya sistem komplemen
- Reaksi khusus yang berhubungan
dengan imunitas humoral.
2.6.
Hipersensitivitas
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang
bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral
yang secara aktif diperankan olehsel limfosit B, yang memproduksi 5 macam
imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD danIgE) dan sistem imunitas seluler yang
dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila manaketemu dengan antigen lalu
mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin,yang mengatur sel-sel
lain untuk menghancurkan antigen tersebut.Bilamana suatu alergen masuk ke
tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon.Bilamana alergen tersebut hancur, maka
ini merupakan hal yang menguntungkan,sehingga yang terjadi ialah keadaan imun.
Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuhmenjadi rusak, maka terjadilah reaksi
hipersensitivitas atau alergi.
Reaksi
hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
1.
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan
antibodi, dalam hal iniIgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil
dengan akibat terlepasnya histamin.Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
2.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal
ini IgE dan IgMdengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga
dapatmengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang
cepatmenurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi
jenis ini.
3.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen
membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic
factor yang dapatmenyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal.
Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea
dapat berupa keratitis herpessimpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok,
pseudomonas) dan jamur. Reaksidemikian juga terjadi pada keratitis Herpes
simpleks.
4.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan
adalah antibodi(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah
limfosit T ataudikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T
lymphocyte) bereaksidengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator
(limfokin) yang jumpai padareaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton-
jungtivitis flikten, keratitis Herpessimpleks dan keratitis diskiformis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada
organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis dari luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi
berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi
tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan
zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan
jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit
karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme.
3.2
Saran
Semoga dengan adanya
makalah ini dapat menambah wawasan bagi si pembaca dan
Daftar pustaka
Immunologi Overview at Medical College of Georgia.com
"IMMUNOLOGY - CHAPTER TWO COMPLEMENT".
University of South Carolina School of M
http://ilmu-smartblog.blogspot.com/2011/01/mekanisme-pembentukan-kekebalan-tubuh.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_kekebalanedicine;
Gene Mayer. Retrieved 2010-04-03.
0 komentar