BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar balakang
Pemeriksaan
fisik adalah tindakan dimana kita menganalisa dan mensintesa informasi yang
terkumpul dalam rangka mengambil keputusan tentang status kesehatan klien
sebagai bagian dari proses keperawatan. ada 4 tehnik utama yang digunakan dalam
pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. hal-hal
yang harus diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan fisik adalah pemberian
posisi sesuai tujuan pemeriksaan dan universal precaution.
Hal-hal lain yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik menurut Center for Disease Control (1991) adalah antara lain :Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pemeriksaan fisik Gunakan sarung tangan bila ada kontak dengan cairan tubuh, lesi terbuka dan untuk membersihkan peralatan yang kotor serta pada saat pengumpulan specimen.
Hal-hal lain yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik menurut Center for Disease Control (1991) adalah antara lain :Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pemeriksaan fisik Gunakan sarung tangan bila ada kontak dengan cairan tubuh, lesi terbuka dan untuk membersihkan peralatan yang kotor serta pada saat pengumpulan specimen.
B. Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas KDK I
2.
Untuk menambah pengetahuan tentang PEMPIS
C. Rumusan masalah
1.
Definisi pempis
2.
Tujuan pempis
3.
Metode dan langkah-langkah pempis
4.
TTV
5.
Pemeriksaan fisik
6.
Proses keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari
ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan
informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat
penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi
yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(potter
dan perry, 2005)
pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( dewi sartika, 2010)
pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( dewi sartika, 2010)
B. Tujuan pemeriksaan fisik
1. Untuk
mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk
menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
3. Untuk
mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk
membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk
mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan. Namun demikian, masing-masing
pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan dijelaskan nanti di setiap
bagian tubuh yang akan dilakukan pemeriksaan fisik
Manfaat pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak
manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai
data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui
masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai
dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai
data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
C. Metode dan langkah- langkah pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system
tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat
untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi
tersebut.(potter dan perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan
tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu,
untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan
hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang
tepat bagi klien. ( dewi sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan
fisik yang digunakan adalah:
1.
Inspeksi
inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran
dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu
gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan
kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal
atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop,
speculum dan lain-lain. (laura a.talbot dan mary meyers, 1997) inspeksi adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (dewi sartika, 2010)
fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya.
2. Palpasi
palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan
pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura a.talbot dan mary meyers,
1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan
yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi
ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(dewi sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu,
kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi
dan sensasi.
3. Perkusi
perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas,
lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(laura a.talbot dan mary meyers,
1997)
perkusi adalah pemeriksaan
dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan
dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi
sartika, 2010)
4.
Auskultasi
auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(laura a.talbot dan mary meyers,
1997)
auskultasi adalah pemeriksaan
fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(dewi sartika,
2010)dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di
perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi
mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu
memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1.
Komunikasi (penjelasan prosedur)
2.
Privacy dan kenyamanan klien
3.
Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke
abn)
4.
Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
D.
Pemeriksaan tanda vital
1.
Pemeriksaan nadi
Denyut nadi merupakan
denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses pemompaan jantung.
Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau istirahat.
Kondisi hipertermia dapat meningkatkan denyut nadi sebanyak 15 – 20 kali per
menit setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius.penilaian denyut nadi yang lain
adalah takikardia sinus yang ditandai dengan variasi 10 – 15 denyutan dari
menit ke menit dan takikardia supraventrikuler paroksimal ditandai dengan nadi
sulit dihitung karena terlalu cepat (lebih dari 200 kali per menit).bradikardia
merupakan frekuensi denyut jantung lebih lambat dari normal. Pemeriksaaan nadi
yang lain adalah iramanya, normal atau tidak. Disritmia (aritmia) sinus adalah
ketidakteraturan nadi, denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat
ekspirasi.
2.
Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah indikator
penting dalam menilai fungsi kardiovaskuler. Dalam prosesnya perubahan tekanan
darah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ;
a.
Tolakan perifer. Merupakan sistem peredaran darah yang memiliki sistem tekanan
tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah (pembuluh kapiler dan vena),
diantara keduanya terdapat arteriola dan pembuluh otot yang sangat halus.
b.
Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang dipompa ke dalam
arteria menyebabkan arteria akan lebih menggelembung dan mengakibatkan bertambahnya
tekanan darah. Begutu juga sebaliknya.
c.
Volume darah. Bertambahnya darah menyebabkan besarnya tekanan pada arteria.
d. Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari perbandingan sel darah dengan plasma.
d. Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari perbandingan sel darah dengan plasma.
3.
Pemeriksaan pernapasan
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk menilai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Menilai frekuensi, irama, kedalaman dan tipe atau pola pernapasan
4.
Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai
kondisi metabolisme di dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara
kimiawi melalui metabolisme darah. Keseimbangan suhu harus diatur dalam
pembuangan dan penyimpanannya di dalam tubuh yang diatur oleh hipotalamus.
Pembuangan atau pengeluaran panas dapat terjadi melalui berbagai proses,
diantaranya ;
a. Radiasi, yaitu
proses penyebaran panas melalui gelombang elektromagnet.
b.
Konveksi, yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran antara daerah yang
kepadatannya tidak sama seperti dari tubuh pada udara dingin yang bergerak atau
pada air kolam renang.
c.
Evaporasi, yaitu proses perubahan cairan menjadi uap.
d.
Konduksi, yaitu proses pemindahan panas pada objek lain dengan kontak langsung
tadnpa gerakan yang jelas, seperti bersentuhan dengan permukaan yang dingin dan
lain – lain.
E. Pemeriksaan fisik persistem
1. Derajat kesadaran
a. Compos
mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b.
Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
c. Somnolen
(obtundasi, letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
d. Stupor
yaitu gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin
terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan
menggunakan kepala.
e. Semi
koma yaitu tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh menghindari tusukan).
f.
Koma yaitu tidak bereaksi terhadap stimulus.
2. Tanda – tanda vital
a. Tekanan
darah
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang
adalah:
-
bayi usia di bawah 1 bulan :
85/15 mmhg
-
usia 1 - 6 bulan
: 90/60 mmhg
-
usia 6 - 12 bulan
: 96/65 mmhg
-
usia 1 - 4 tahun
: 99/65 mmhg
-
usia 4 - 6 tahun
: 100/60 mmhg
-
usia 6 - 8 tahun
: 105/60 mmhg
-
usia 8 - 10 tahun
: 110/60 mmhg
-
usia 10 - 12 tahun
: 115/60 mmhg
-
usia 12 - 14 tahun
: 118/60 mmhg
-
usia 14 - 16 tahun
: 120/65 mmhg
-
usia 16 tahun ke atas
: 130/75 mmhg
-
usia lanjut
: 130-139/85-89 mmhg
Tempat
untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah:
-
lengan atas
-
pergelangan kaki
b. Nadi
Tempat-tempat
menghitung denyut nadi adalah:
-
ateri radalis
: pada
pergelangan tangan
-
arteri temporalis
: pada tulang pelipis
-
arteri carotis
: pada leher
-
arteri femoralis
: pada lipatan
paha
-
arteri dorsalis pedis : pada punggung kaki
-
arteri poplitea
: pada
lipatan lutut
-
arteri bracialis
: pada
lipatan siku
Jumlah
denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
-
bayi baru lahir
: 110 – 180 kali per menit
-
dewasa
: 60 - 100 kali per menit
-
usia lanjut
: 60 -70 kali per menit
c.
Pernafasan
Satu kali respirasi = satu kali inspirasi + satu kali
ekspirasi
Jumlah
pernapasan normal adalah:
-
bayi : 30 - 40 kali per menit
-
anak : 20 - 50 kali per menit
-
dewasa : 16 - 24 kali per menit
d.
Suhu badan
Tempat
untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
- ketiak/
axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 - 15 menit.
- anus/
dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 - 5 menit.
- mulut/oral,
pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 - 3 menit
Seseorang
dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36ºc - 37,5ºc.
3. Sistem cardiovaskuler
a. Inspeksi
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan
rongga mediastinum.
Dilakukan
inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi
sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada
stenosis mitral. Dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya
sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum
maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri.
b. Palpasi
1. Denyut apeks jantung (iktus
kordis)
Dalam
keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat didalam ruangan interkostal v sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal
iv.
2. Denyutan nadi pada dada
Apabila di
dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada
aorta.aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal
ii kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal ii kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. Pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
3. Getaran/trhill
Adanya
getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit
jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan
mengalir lebih cepat. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya
akan terdengar bising jantung.
C. Perkusi
Kita
melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.perkusi jantung
mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusipericardium dan aneurisma
aorta.
Batas kiri jantung
kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan
sebagai batas jantung kiri.
normal : atas : ics ii kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung)
bawah: ics v kiri agak ke medial linea
midklavikularis kiri
(tempat iktus)
Batas kanan jantung
perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari
dinding depan thorak
normal : batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal
iii-iv kanan, di linea parasternalis kanan.
sedangkan batas atasnya di ruang
interkostal ii kanan linea
parasternalis kanan.
d. Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat
sebagai berikut :
Dengarkan bj i pada :
ics iv line sternalis kiri (bj i tricuspidalis)
ics v line midclavicula/ics iii linea sternalis kanan (bj i mitral)
Dengarkan bj ii pada :
ics ii lines sternalis kanan (bj ii aorta)
ics ii linea sternalis kiri/ics iii linea sternalis kanan (bj ii pulmonal)
Dengarkan bj iii (kalau ada)
terdengar di daerah mitral
bj iii terdengar setelah bj ii dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi
separo dari fase diastolik, nada rendah
pada anak-anak dan dewasa muda, bj iii adalah normal
pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, bj iii merupakan
tanda abnormal.
bj iii pada decomp. Disebut gallop rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub,
lub-dub. Lub adalah suara penutupan katup
mitral dan katup
trikuspid, yang menandai
awal sistole. Dub adalah suara katup
aorta dan katup
pulmonalis sebagai
tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien
bernafas akan terdengar suara yang terpecah.
4. Sistem pencernaan
Inspeksi
a.Pasien
berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b.Inspeksi
cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan
bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi
otot- otot abdomen.
d. Perhatikan
ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa
berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen,
bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae
serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan
posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan
pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak
menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada
tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien
apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
h.Bila
terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban
seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban
untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila
terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin
menjauh.
i.Inspeksi
abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j.Mintalah
pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau
denyutan aortik.
Palpasi
-abdomen
a. Posisi
pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan
palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui
sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan
tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan
berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi
dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi
area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila
otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk mengetahui
keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama
palpasi
f.Perhatikan
karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran,
lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan
wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
h.
Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian
lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan
tekanan.
I.
Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi
otot-otot abdominal
Hepar
a. Posisi
pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
c.
Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada
iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan
telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior
pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular
di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian
tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta
pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Kandung
empedu
a. Posisi
pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa
dibawah dada kanan posterior pasien pada iga xi dan xii dan tekananlah
kearah atas.
d.
Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis
klavikular di bawah batas bawah hati.
e.Kemudian
tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah
pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi
di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila
diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam
selama palpasi.
Limpa
a. Posisi
pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan
secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien
dan tekanlah keatas.
d. Letakkan
telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri
kostal.
e.
Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas
dalam.
f. Palpasilah
tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g.
Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring
miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h.
Pada keadaan tertentu diperlukan schuffner test
Aorta
a. Posisi
pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan
ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah
dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.
Pemeriksaan
asites
a.
Posisi pasien tidur terlentang.
b.
Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c.
Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d.
Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan
dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e.
Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah
satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f.
Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya
atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran
gelombang cairan.
Colok
dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur
(sifatnya kurang menyenangkan sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun
knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua tangan
(bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur perlu hati-hati karena
sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok dubur
dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing
terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan
posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum
dan jam 12 ke arah pubis.
Auskultasi
a.
Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b.
Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c.
Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan
tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5
menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya
bising usus.
d.
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising
usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
e.
Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis
dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
f.
Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral
dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik
usus atau denyutan aorta.
Perkusi
Abdomen
Lakukan
perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga
seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak
terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
perkusi batas hati
a.
Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b.
Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser
perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak,
tandai batas bawah hati tersebut.
c.
Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e.
Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah
tulang iga ke7.
f.
Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah
hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
Perkusi lambung
a.
Posisi pasien tidur terlentang.
b.
Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c.
Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium
kiri.
d.
Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
5.
Pengkajian sistem pernafasan
a.
Inspeksi
1) pemeriksaan
dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) dada
diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3)
inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah
irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
4)
observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
5)
saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (i) dan fase
ekspirasi (e). Ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan
pada klien chronic airflow limitation (cal)/copd.
6)
kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (ap) dengan
diameter lateral/tranversal (t). Ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7,
tergantung dari cairan tubuh klien.
7) kelainan pada
bentuk dada :
a)
barrel chest, timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter ap : t (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b)
funnel chest (pectus excavatum), timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah
dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s
syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c)
pigeon chest (pectus carinatum), timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan
sternum, dimana terjadi peningkatan diameter ap. Timbul pada klien dengan
kyphoscoliosis berat.
d)
kyphoscoliosis, terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan
mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis
dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e)
kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bongkok.
f)
skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi
vertebral.
8)
observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9)
observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b.
Palpasi
1)
dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus
(vibrasi).
2)
palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3)
kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4)
vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c.
Perkusi
1)
perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada
disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2)
jenis suara perkusi :
Suara
perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas antara
bagian jantung dan paru.
d.
Auskultasi
1.
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas
normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2.
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) bronchial
: normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua
fase tersebut.
b) vesikular
: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) bronchovesikular
: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang
dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup
oleh dinding dada.
6.
Sistem muskuloskeletal
a.
Inspeksi
1)
pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh
tubuh.
2)
inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan
pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
3)
jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran.
4)
amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5)
amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6)
skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan.
7)
amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan persendian.
8) inspeksi
persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) inspeksi
pergerakkan persendian.
b.
Palpasi
1) palpasi
pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif
untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter (spastisitas)
2) uji
kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
3) palpasi untuk mengetahui
adanya edema atau nyeri tekan.
4) palpasi
sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai
integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat
menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang.
Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling bergeseran satu
sama lain.
5) periksa
adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan
benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan
terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada
sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris. Benjolan pada
gout keras dan terletak dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6) gunakan penentuan
singkat kekuatan otot dengan skala lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak
ada kontraksi sama sekali.
1 =
gerakan kontraksi.
2 =
kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat
untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup
kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 =
kekuatan kontraksi yang penuh.
C.
Perkusi
1)
refleks patela, tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
2)
refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. Biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
3)
refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat
bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4)
refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5)
refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.
6)
refleks babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari
kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.
7.
Sistem endokrin
Inspeksi
a.
(warna kulit) : hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau
cushing syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b.
Wajah : variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan
penyakit akromegali mata.
c.
Kuku dan rambut : peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien
dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada
penyakit cushing syndrom.
d.
Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : orang jangkung, yang
disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa
merupakan indikasi akromegali.
e.
Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : peningkatan kadar kalsium tangan dan
jari-jari klien kontraksi (spasme karpal).
Palpasi
a.
Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana
kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan
hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan dm.
b.
Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada
trachea dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan
minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. Pindahkan pada sebelah kiri.
Selama palpasi pada dada kiri bawah) : tidak membesar pada klien dengan
penyakit graves atau goiter.
Auskultasi
Auskultasi
pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“.
Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea.
Normalnya tidak ada bunyi.
8.
Sistem integumen
Inspeksi
a.
Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak
teratur
b. Kaji membrane mukosa,
turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk,
integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas
operasi/skar, drain, dekubitus.
Palpasi
a. Adanya nyeri, edema,
dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal
< 3 detik
d.
Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk,
mobilisasi.
e. Palpasi capillary
refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.
9.
Sistem neurologi
Inspeksi
a.
Kaji loc (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan
pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b.
Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang
atau tremor.
Palpasi
a.
Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan
pengobatannya.
b.
Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji
adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c.
Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan
postur.
Perkusi
a. Refleks patela,
diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b.
Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
10.
Sistem reproduksi
Inspeksi
1.
Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan
tambahan.
2. Inspeksi tentang status
gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan
(sianosis, dispnea).
4.
Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra,
hiperpigmentasi, dan areola mamma.
Palpasi
1. Palpasi menurut leopold
i-iv
2. Serviks, yaitu untuk
mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
3.
Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada
ketegangan ketuban.
4.
Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari
janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada
penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
5.
Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah
bagian janin masih dapat didorong ke atas.
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam
rahim, denyut jantung janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan
perdarahan retroplasenter.
11.
Sistem perkemihan
Inspeksi
a.
Kaji kebiasaan pola bak, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan
ada/tidaknya sedimen.
b. Kaji
keluhan gangguan frekuensi bak, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat
infeksi saluran kemih.
c.
Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau
urostomy atau supra pubik kateter.
d.
Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan
sistem perkemihan.
Palpasi
a. Palpasi adanya
distesi bladder (kandung kemih)
b. Untuk
melakukan palpasi ginjal kanan: posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri
diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari
menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan
kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus,
minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan
dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti
napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
c.
Dilanjutkan dengan palpasi ginjal kiri : pindah di sebelah kiri penderita,
tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri
diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus,
minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri
dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan
mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa
berdiri di belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar
dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut
kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul
dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk
memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan
fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system
tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat
untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi
tersebut.(potter dan perry, 2005)
B. Saran
Semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Mahasiswa dan masyarakat umum yang
lainya kurang lebihnya makalah ini saya minta maaf yang sebesar besarnya
Daftar pustaka
Http://weenbee.wordpress.com/
Http://sumbermakalahkeperawatan.blogspot.com/2012/11/pemeriksaan-fisik.html
Http://nandarnurse.blogspot.com/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-to-toe.html
0 komentar